Beranda | Artikel
Antara Puasa Dan Tauhid
Senin, 30 Juli 2012

Oleh: Islam Mahmud Dirbalah

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (yang artinya):

Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keislaman seorang hamba tidaklah sempurna kecuali dengan melaksanakan semua asas, tiang, dan rukun islam yang dijelaskan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- di dalam hadist ini. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengumpamakan asas dan tiang ini dengan bangunan yang besar dan kokoh dimana tidaklah bangunan ini dapat berdiri tegak kecuali dengan adanya pondasi-pondasi, jika tidak ada pondasi-pondasi tersebut maka bangunan akan rubuh menimpa penghuninya. Sedangkan amalan-amalan lainnya yang diwajibkan di dalam islam adalah pelengkap dari pondasi tersebut sebagaimana bangunan memiliki pelengkap yang seorang hamba juga membutuhkan pelengkap tersbeut. Dan empat rukun islam lainnya yang disebutkan di dalam hadist di atas seluruhnya dibangun di atas pondasi syahadat karena Allah tidak akan menerima amal seseorang sedikitpun yang tidak dilandasi dengan pondasi syahadat.

Syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah merupakan pondasi islam yang paling agung. Karena dengan adanya pondasi tersebut terjaga darah dan harta. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (yang artinya):

“Aku diperintahkan untuk memerangi umat manusia sampai mereka mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya maka mereka telah menjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan alasan yang dibenarkan dalam Islam. Adapun perhitungan atas mereka itu adalah urusan Allah.” (HR. Muslim). Dengan adanya pondasi syahadat Allah menerima amal-amal ibadah kita dan dengan adanya pondasi syahadat seseorang masuk dapat ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri darinya maka tidak akan dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk ke dalam surga sampai unta bisa masuk ke dalam lubang jarum…” (QS. al-A’raaf: 40). Dan dengan adanya pondasi syahadat dosa-dosa diampuni seberapa pun besarnya.

Makna syahadat laa ilaaha illallah adalah menerima dan tunduk serta patuh kepada Allah dengan melaksanakan peribadatan secara jujur dan berlepas diri dari peribadatan kepada segala sesuatu selain-Nya karena Dia adalah sesembahan yang haq dan segala sesembahan selain-Nya adalah bathil. Sedangkan makna syahadat muhammadur rasulullah adalah bersaksi bahwa beliau diutus dari sisi Allah, wajib mencintainya, menta’atinya dalam segala hal yang beliau perintahkan, dan tidak mendahulukan perkataan seorang pun dari perkataan beliau.

Kalimat tauhid berarti memberikan pemuliaan dan penghormatan terhadap syari’at Allah. Allah berfirman (yang artinya):

Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS. Al-A’raaf: 3).

dalam ayat lain Allah juga berfirman (yang artinya):

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”(QS. Ar-Ruum: 30).

Kalimat tauhid berarti berlepas diri dari segala bentuk perbuatan-perbuatan jahiliyah. Allah berfirman (yang artinya):

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. al-Maa’idah: 50).

dan berlepas diri dari semua agama selain agama islam. Allah berfirman (yang artinya):

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali-Imran: 85).

Dan sungguh Al-Qur’an dari awal hingga akhirnya, isinya menerangkan makna syahadat laa ilaaha illallah disertai dengan penafian terhadap kesyirikan dan derivat-derivatnya, dan menetapkan keikhlasan (kemurnian ibadah) serta syari’at-syari’atnya. Maka semua perkataan dan amalan shalih yang dicintai dan diridhai oleh Allah semuanya adalah kandungan dari kalimat ikhlas. Karena penunjukan kalimat ikhlas atas agama ini seluruhnya bisa berupa penunjukan muthabiqah, penunjukan tadhammun, maupun penunjukan iltizam. Dan sesungguhnya Allah menamakan kalimat tauhid ini dengan kalimat taqwa.

Taqwa adalah engkau menjaga dirimu dari murka dan azab Allah dengan meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan kemaksiatan, dan mengikhlaskan segala bentuk peribadatan hanya kepada Allah semata, serta mengikuti segala apa yang diperintahkan-Nya sebagaimana perkataan seorang tabi’in Thalq bin Habib –rahimahullah-:

(taqwa adalah) engkau melaksanakan ketaatan kepada Allah diatas cahaya petunjuk dari Allah karena mengharap pahala dari Allah, dan engkau meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah diatas cahaya petunjuk dari Allah karena takut terhadap azab Allah”.

Dan tauhid adalah makna dari syahadat laa ilaaha illallah yang berarti seseorang tidak beribadah melainkan hanya kepada Allah semata, tidak kepada malaikat yang didekatkan dan tidak pula kepada Nabi yang diutus, terlebih lagi kepada orang-orang selain mereka.

Dan Al-Ilaah (sesembahan) adalah sesuatu yang ditaati dan tidak bermaksiat kepadanya karena takut (yang disertai rasa hormat –pent) kepadanya, memuliakannya, mencintainya, takut kepadanya, berharap kepadanya, bertawakkal kepadanya, meminta kepadanya, dan berdo’a kepadanya. Semua perbuatan-perbuatan itu tidaklah pantas ditujukan melainkan hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang menujukan sedikit saja dari perbuatan-perbuatan di atas kepada makhluk dimana perbuatan-perbuatan tersebut hanya boleh ditujukan kepada Allah maka berarti telah timbul satu noda kesyirikan di dalam keikhlasannya terhadap syahadat laa ilaaha illallah, dan cacat di dalam ketauhidannya, serta ada unsur peribadatan kepada makhluk sesuai dengan besarnya perbuatan kesyirikan yang ada padanya. Itu semua termasuk dari cabang-cabang kesyirikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. an-Nisaa’: 48).

Maka Allah Ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik, yaitu tidak mengampuni seorang hamba yang menemui-Nya di akhirat dalam keadaan dia membawa dosa syirik. Dan Allah mengampuni dosa-dosa selain syirik bagi hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.

Tauhid ini adalah awal dan akhir dari ajaran agama, lahir dan batinya, dan tauhid ini adalah awal dan akhir dari dakwah para rasul. Tauhid ini adalah makna dari syahadat laa ilaaha illallah, karena sesunggunya al-Ilaah (sesembahan) adalah sesuatu yang disembah dan ditujukan peribadatan kepadanya berupa rasa cinta, takut, sikap pemuliaan, pengagungan, dan semua bentuk-bentuk peribadatan lainnya.

Tauhid merupakan asas yang paling agung yang dinyatakan dan dijelaskan oleh al-Qur’an dengan bukti-bukti yang nyata. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah merupakan asas yang paling agung secara mutlak, asas yang paling sempurna, paling utama, dan paling wajib keberadaannya bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk tujuan tauhid ini Allah menciptakan jin dan manusia, Allah menciptakan seluruh makhluk, dan menetapkan berbagai syari’at demi tegaknya tauhid ini. Dan dengan adanya tauhid ini maka akan terwujud kemaslahatan dan dengan tidak adanya maka akan muncul keburukan dan kerusakan.

Maka penjelasan atas masalah ini adalah bahwa dosa syirik adalah dosa yang paling besar karena Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik kecuali dengan taubat. Adapun dosa-dosa selain syirik berada dibawah kehendak Allah, jika Allah berkehendak maka Dia akan mengampuninya tanpa taubat dan jika Allah berkendak maka Dia akan mengazabnya.

Wajib bagi seorang hamba untuk benar-benar takut dari terjerumus ke dalam dosa syirik karena begitu besarnya dosa ini di sisi Allah. Sesungguhnya demikian keadaannya karena syirik merupakan perbuatan keji yang paling keji dan bentuk kedzoliman yang paling dzolim sebab inti dari perbuatan syirik adalah mencacati Allah Rabb semesta alam dan memalingkan hak mengikhlaskan ibadah kepada selain-Nya, dan karena syirik bertentangan dengan tujuan diciptakannya jin dan manusia dan bertentangan dengan perintah untuk menafikan syirik. Perbuatan syirik merupakan bentuk penentangan yang paling besar kepada Allah Rabb semesta alam dan bentuk kesombongan dari ketaatan kepada-Nya, dan bertentangan dengan sikap menghinakan diri dan ketundukan terhadap perintah-perintah-Nya.

Maka hakikat tauhid adalah kita beribadah hanya kepada Allah semata, dan tidak melihat kecuali kepada-Nya, tidak takut kecuali hanya kepada-Nya, tidak bertaqwa kecuali hanya kepada-Nya, tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Nya, tidak kepada seorang makhluk pun, dan tidak menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Rabb selain-Nya.

Ketahuilah –semoga Allah merahmatiku dan kalian- sesungguhnya suatu ibadah tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan asas tauhid, maka tidak akan diterima puasa, sholat, zakat, dan haji, kecuali dari seorang hamba telah merealisasikan tauhid dan membentengi dirinya dari menjadikan segala sesuatu selain Allah sebagai tandingan dan dari berbuat syirik kepada Allah.

Alhamdulillaahi bini’matihi tatimmus shaalihaat…

Sumber: http://www.saaid.net/mktarat/ramadan/321.htm

Penerjemah: Farsa Septia Adi Nugroho
Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Sunnah Berkuda, Membongkar Kesesatan Nu, Mabit Di Muzdalifah Berdasarkan Fatwa Mui Adalah, Puasa2 Sunnah Dalam Islam


Artikel asli: https://muslim.or.id/9811-antara-puasa-dan-tauhid.html